Thanks for comin' here buddies, keep reading P'bee online... with love: Na' Elt-Zahra :)

Jumat, 18 November 2011

Mengenang KH. Ahmad Muhammad Cecep Nidzomuddin Chafas al-Maghfurlah



"Hanya Ini Yang Saya Ketahui Tentang Beliau"

Seorang Humoris, Rendah Hati, Sholeh dan Alim

Siapapun yang pernah bertemu dengan beliau, pasti akan berpendapat sama, bahwa beliau adalah seorang yang humoris. Tawa dan senyuman senantiasa menghiasi bibirnya. Selain dari pada itu, beliau juga seorang yang rendah hati dalam pergaulan. Cenderung tidak menonjolkan diri dan jauh dari sifat sombong. Hal inilah yang menjadikan beliau disenangi dan dekat dengan masyarakat dari berbagai lapisan, mulai dari orang biasa atau bahkan orang tidak berpunya sampai dengan orang kaya dan pejabat tinggi.

Yang saya ketahui tentang Abah Cecep (panggilan akrab beliau), sejak usia belia sudah mulai Istiqomah tidak pernah batal wudhu hingga ahir hayat. Selain dari pada itu, beliau juga sempat beberapa tahun Istiqomah berpuasa sampai kesehatan fisiknya tidak mendukung lagi untuk berpuasa.

Sebagai seorang ulama, tentu saja beliau menguasai ilmu agama seperti ilmu Tajwid, Ghoroibulqur’an, Fiqih, Ushul Fiqih, Tafsir, Hadits, apalagi ilmu Nahwu dan Shorof yang umum dan wajib dikuasai oleh santri di Jawa. Dan beliau menonjol dalam bidang ilmu Balaghoh serta hapal banyak sekali syair-syair Arab dan Burdah.



Da’i Tak Kenal Lelah

Abah Cecep adalah salah seorang da'i terbaik Buntet Pesantren, yang tak kenal lelah dalam ngaji dan dakwah.., selain sibuk mengajar ngaji para santri di Buntet Pesantren, beliau Istiqomah ngaji di banyak majlis ta'lim di pelosok-pelosok desa di sekitar Buntet Pesantren. Beliau mendatangi Majlis Ta’lim tersebut setiap harinya sampai kadang-kadang lupa dengan kesehatannya sendiri..,



Mulai dari Pelosok Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi Sampai Nusantara

Yang kudengar dari cerita sahabat-sahabatnya, beliau sudah aktif Tabligh sejak masih usia belia ketika masih nyantri di pondok pesantren al-Falah Ploso Mojo Kediri. Sering sekali beliau diundang oleh warga sekitar desa Ploso untuk mengisi acara-acara pengajian. Bahkan sebenarnya sebelum beliau mesantren pun, sekitar usia belasan tahun, sudah mulai terlihat aktif dalam kegiatan dakwah di Buntet Pesantren..,



Suatu ketika, saya diajak beliau mengikuti pengajian di Bandung kemudian Jakarta dan Banten sekaligus selama sekitar satu minggu, bersilaturahmi ke alumni dan sahabat-sahabat beliau.., selain dari pada itu beliau bermaksud memperkenalkan saya dengan salah seorang sahabat alumni beliau yang bisa mengusahakan beasiswa kuliah untuk saya, alhamdulillah beberapa minggu kemudian beasiswanya turun.., yang saya rasakan ketika mengikuti Rihlah Dakwah Abah Cecep adalah lelah yang amat sangat, karena jarak yang ditempuh cukup jauh serta kondisi jalan yang sangat buruk ketika di pedalaman Banten.., pikirku, bagaimanakah yang dirasa Abah Cecep yang bertugas sebagai narasumber dan pengisi acara, pastinya juga rasa lelah yang amat sangat mendera, bukan hanya fisik tapi juga mental dan pikiran.., tapi sebagai seorang Da’i Ilallah, beliau sudah maklum akan hal itu dan siap menerima segala resiko dan tantangan yang mau tidak mau harus dihadapi.



Beberapa bulan kemudian, setelah saya baru saja menyelesaikan KKM (kuliah kerja mahasiswa) di daerah terpencil, saya dipanggil beliau untuk menuliskan kitab yang sedang beliau susun. Ketika sedang menghadap beliau, sempat saya menceritakan pengalaman melelahkan KKM saya tersebut, dengan medan yang sangat terjal melewati gunung-gunung menggunakan sepeda motor.., “Wah, berarti nanti bisa saya ajak pengajian ke Kalimantan, jalannya sangat terjal dan jauh, butuh seorang yang handal dan cukup berpengalaman untuk melewatinya. Sampai-sampai biaya ojeknya Rp. 900.000,-” ucap beliau mengomentari cerita KKM saya tadi. Dan memang demikian adanya, ketika saya lihat foto-foto beliau sewaktu pengajian di Kalimantan, dikarenakan belum dapat dijamah kendaraan roda empat sehingga harus menggunakan sepeda motor sehari semalam dan motor boat ketika melewati rawa-rawa dan sungai. Tapi sulitnya medan yang dilalui dan minimnya transportasi tidak menyurutkan semangat dakwah Abah Cecep, sehingga beliau sempat beberapa kali bolak-balik ke Kalimantan untuk dakwah menghadiri pengajian.



Di lain waktu, saya dipanggil Abah Cecep untuk memperbaiki sebuah proposal yang datang dari NTT (Nusa Tenggara Timur). Ketika sedang memberikan arahan tentang proposalnya tersebut tiba-tiba telpon selular beliau berdering, kemudian beliau berbicara lewat telpon selular sebentar lalu terdiam (tampak sedang berpikir). Kemudian beliau berkata “Tolong ketikan SMS” pinta Abah Cecep kepada saya untuk mengetikkan SMS, beliau belum dapat mengoperasikan telpon selular barunya tersebut karena telpon selular yang lama sudah rusak. “Pengislaman di NTT bisa terhambat!! Dimohon kepada para donatur agar segera mengirimkan bantuan, demi perbaikan dakwah di NTT” begitulah kira-kira isi sms yang beliau kirim kepada para donatur di Jakarta.

Dibuka dengan Hadits Rosulullah SAW “Kaada al-Faqru an Yakuuna Kufron” proposal yang datang dari NTT tersebut cukup menarik, dengan gaya bahasa yang tegas tapi tetap menjaga sopan santun dan beretika. Pada intinya, proposal tersebut akan dikirimkan kepada para donatur, yayasan, LSM, ormas dan kenalan-kenalan Abah Cecep di Jakarta dalam rangka penggalangan dana untuk perbaikan dakwah di NTT dan NTB. Diterangkan di dalam proposal tersebut bahwa untuk perjalanan dakwah para Ustadz di NTT menuju desa-desa terpencil menempuh waktu 2 hari 2 malam dengan berjalan kaki, sehingga membutuhkan kendaraan semacam mobil Off Road untuk mempersingkat perjalanan. Tapi, sayangnya hal ini sudah didahului dan direalisasikan oleh para Pendeta Kristen dan Missionaris dalam kegiatan dakwah, sehingga para Da’i Islam tertinggal jauh oleh mereka. Para Pendeta Kristen dan Missionaris mendapat bantuan dari negara-negara Eropa dan Amerika sehingga dakwah mereka lancar, tidak terhambat dan berjalan sangat baik.



Abah Cecep beberapa kali bolak-balik ke NTT dan NTB dalam rangka dakwah dan Islamisasi sekaligus silaturahmi mengunjungi alumni-alumni yang ada di NTT dan NTB mewakili para Masyayikh Buntet Pesantren. Seringkali beliau harus merogoh kantong pribadi untuk membiayai perjalanan dakwahnya tersebut. Bahkan beberapa kali beliau terbang ke NTT dengan menggunakan pesawat kargo atau pesawat hercules karena tidak ada alat tarnsportasi lain yang bisa beliau tumpangi.

Yang mengecewakan, menurut penuturan Abah Cecep, adalah metode dakwah para Pendeta Kristen dan Missionaris yang seringkali tidak sportif dan cenderung menjelek-jelekkan Islam. Para Pendeta Kristen dan Missionaris tersebut berkeliling desa menggunakan mobil yang dilengkapi dengan pengeras suara meneriakkan “Tuhan agama Islam itu ada 99 (Asma’ul Khusna)!!! Buktinya ada yang bernama ar-Rahmaan, ar-Rahiim, al-Ghofuur!!!” ucap Abah Cecep bercerita menggebu-gebu sambil mengacungkan tangan.



Suatu ketika, Abah Cecep seperti biasanya Rihlah Dakwah ke NTT dalam rangka Islamisasi dan khitan masal para muallaf, tapi pada kesempatan kali ini beliau juga sekaligus mendamaikan konflik antar pemeluk Katolik dan Protestan. Kedua kelompok ini masing-masing pemimpin rohaninya tidak pernah bertemu. Kemudian pada suatu acara seremonial, kedua kelompok ini dipertemukan dan ditengah-tengahi oleh Abah Cecep dalam suasana yang hidmat dan damai. Hal ini bertujuan menghindarkan para pemeluk agama dari tindakan anarkis seperti yang terjadi di Ambon dan Poso, karena tidak menutup kemungkinan konflik kelompok agama tersebut berdampak buruk juga bagi pemeluk agama Islam di sana. Juga dalam rangka menunjukkan tingginya kepedulian dan toleransi Islam dalam beragama, serta sebagai pembuktian bahwa Islam adalah Rahmatan LilAlamin.



Dakwah di Kalangan Publik Figur

Pada usia sekitar 26 tahun beliau sempat mencorongkan dakwahnya di kalangan artis dan publik figur sehingga beliau menjadi dekat dengan mereka, mulai dari group raper, group band, artis film, produser, penyanyi dangdut seperti Solid AG, H. Rhoma Irama serta Manis Manja Group yang waktu itu sedang sangat tenar, dan sebagainya. Sering sekali artis-artis tersebut bolak-balik ke Buntet Pesantren mengunjungi beliau. Dan tampaknya dakwah beliau cukup berhasil, terbukti banyak dari artis-artis tersebut yang menitipkan putra-putrinya mondok di pondok pesantren yang beliau asuh.



Berjumpa dengan FalakulhHijaz MusnidudDuniya as-Syeikh Yasin ibn Isa al-Fadani Rahimahullah

Abah Cecep adalah salah satu putra kyai Buntet Pesantren yang beruntung, karena pernah berjumpa langsung dengan FalakulHijaz (ahli Falak tanah Arab) Musnidudduniya (ahli Sanad dunia) al-Muhaddits (ahli Hadits) as-Syaikh Yasin ibn Isa al-Fadani Rahimahullah. Bahkan Abah Cecep sempat dicatoh (diberkahi) oleh mufti Makkah al-Mukarramah keturunan Padang ini, ketika sedang berkunjung ke Buntet Pesantren sekitar tahun 70-an. Oleh karena itu tidak mengherankan jika keberkahan sang Syaikh mengalir di dalam darah Abah Cecep dan berimplikasi kepada semangat dakwah beliau.



Dijemput Sang Kholiq

Ahirnya, setelah beberapa kali bolak-balik pengajian ke Palembang dan luar kota lainnya, Rihlah Dakwah Abah Cecep kembali ke Kalimantan dan ditutup di sana sebagai tempat dakwah luar kota terahir beliau. Ketika itu beliau sudah mulai merasa tidak sehat. Sekembalinya dari Kalimantan, beliau langsung jatuh sakit dan dilarikan ke RS Pertamina Cirebon. Kemudian setelah menjalani pemeriksaan, beliau didiagnosa mengalami gagal ginjal kronis yang merupakan efek dari Hypertensi yang diidap sejak masih duduk di bangku Aliyah, sehingga beliau langsung dirujuk ke RSU Hasan Sadikin Bandung.

Setelah beberapa bulan menjalani pengobatan dan cuci darah rutin (HD), Abah Cecep dapat kembali beraktifitas dan tetap semangat berdakwah. Dengan kondisi badan yang sangat lemah dan tidak sehat (cuci darah rutin satu minggu dua kali) beliau tetap Istiqomah menjalankan aktifitas dakwah membimbing masyarakat sekaligus mendidik para santri. Satu persatu Majlis Ta’lim di sekitar Buntet Pesantren tetap beliau datangi setiap harinya tanpa mengenal lelah apalagi bermalas-malasan. Tapi untuk pengajian di tempat-tempat yang jauh dan luar kota sudah tidak dapat beliau datangi lagi dikarenakan kondisi fisik yang tidak mendukung.

Beberapa minggu sebelum kembali dilarikan ke rumah sakit karena mengalami pendarahan otak, Abah Cecep sempat menghadiri acara Khotmil Qur’an di Majlis Ta’lim salah seorang alumni. Beliau berpesan kepada alumni tersebut “Umure isun bli sampe ahir taun kie (usiaku tidak akan sampai ahir tahun ini)”.

Dan benar saja, setelah selesai menjalankan Shalat dalam posisi berbaring kemudian tidak sadarkan diri, Abah Cecep wafat pada sekitar pukul 02:00 WIB, malam Jum’at, tanggal 4 November 2011 menjelang hari raya Idul Adha di RS Sumber Waras Cirebon.

Tampaknya sang Kholiq sudah sangat rindu sekali dengan kekasih-Nya yang satu ini, sehingga Dia menjemputnya di usia yang masih cukup muda (43 tahun). Innaa Lillaahi Wainnaa Ilaihi Raaji’uun.

“Wahai jiwa yang tenang ::: Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya ::: Maka masuklah ke dalam Jama’ah hamba-hamba-Ku ::: Dan masuklah ke dalam Syurga-ku” {Q.S. al-Fajr: 27-30}



Selamat jalan Abah Cecep..,

Selamat kembali kepada-Nya yang sangat merindukanmu..,

Doakan kami, murid-muridmu, agar memiliki semangat dakwah seperti yang engkau miliki..,



http://sosbud.kompasiana.com/2010/08/31/peran-kyai-pesantren-damaikan-konflik-agama/

http://buntetpesantren.org/index.php?option=com_content&view=article&id=1399:syekh-yasin-al-fadani-ulama-mekkah-keturunan-indonesia&catid=18:ulama&Itemid=43


Written by: Muhammad Nashif Abdurrahman (KaKaK LaKi2 saya)^_^

2 komentar:

  1. Punten kang ajeng mendet data biogreafie abah cecep, engge di posting teng website almuttaba archimidas.wordpress.com

    BalasHapus
  2. Maaf kang , saya minta izin untuk menulis kembali biografi abah cecep kedalam buku saya yang berjudul " Kisah Perjalan Sang Guru "

    BalasHapus